Penyumbat Saluran Rezeki




  • aa 

    Penyumbat Saluran Rezeki
    Oleh : KH Abdullah Gymnastiar
    Allah SWT menciptakan semua makhluk telah sempurna dengan pembagian rezekinya. Tidak ada satu pun yang akan ditelantarkan-Nya, termasuk kita. Karena itu, rezeki kita yang sudah, Allah SWT jamin pemenuhannya. Yang dibutuhkan adalah mau atau tidak kita mencarinya. Yang lebih tinggi lagi benar atau tidak cara mendapatkannya. Rezeki di sini tentu bukan sekadar uang. Ilmu, kesehatan, ketenteraman jiwa, pasangan hidup, keturunan, nama baik, persaudaraan, ketaatan termasuk pula rezeki, bahkan lebih tinggi nilainya dibanding uang.
    Walau demikian, ada banyak orang yang dipusingkan dengan masalah pembagian rezeki ini. “Kok rezeki saya seret banget, padahal sudah mati-matian mencarinya?” “Mengapa ya saya gagal terus dalam bisnis?” “Mengapa hati saya tidak pernah tenang?” Ada banyak penyebab, mungkin cara mencarinya yang kurang profesional, kurang serius mengusahakannya, atau ada kondisi yang menyebabkan Allah Azza wa Jalla “menahan” rezeki yang bersangkutan. Poin terakhir inilah yang akan kita bahas. Mengapa aliran rezeki kita tersumbat? Apa saja penyebabnya?
    Saudaraku, Allah SWT adalah Dzat Pembagi Rezeki. Tidak ada setetes pun air yang masuk ke mulut kita kecuali atas izin-Nya. Karena itu, jika Allah SWT sampai menahan rezeki kita, pasti ada prosedur yang salah yang kita lakukan. Setidaknya ada lima hal yang menghalangi aliran rezeki.
    Pertama, lepasnya ketawakalan dari hati. Dengan kata lain, kita berharap dan menggantungkan diri kepada selain Allah SWT . Kita berusaha, namun usaha yang kita lakukan tidak dikaitkan dengan-Nya. Padahal Allah SWT itu sesuai prasangka hamba-Nya. Ketika seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah SWT , maka keburukan-lah yang akan ia terima. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah SWT niscaya Allah SWT akan mencukupkan (keperluan) nya. Demikian janji Allah SWT dalam QS Ath Thalaaq [63] ayat 3.
    Kedua, dosa dan maksiat yang kita lakukan. Dosa adalah penghalang datangnya rezeki. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang terjauh dari rezeki disebabkan oleh perbuatan dosanya.” (HR Ahmad). Saudaraku, bila dosa menyumbat aliran rezeki, maka tobat akan membukanya. Andai kita simak, doa minta hujan isinya adalah permintaan tobat, doa Nabi Yunus saat berada dalam perut ikan adalah permintaan tobat, demikian pula doa memohon anak dan Lailatul Qadar adalah tobat. Karena itu, bila rezeki terasa seret, perbanyaklah tobat, dengan hati, ucapan dan perbuatan kita.
    Ketiga, maksiat saat mencari nafkah. Apakah pekerjaan kita dihalalkan agama? Jika memang halal, apakah benar dalam mencari dan menjalaninya? Tanyakan selalu hal ini. Kecurangan dalam mencari nafkah, entah itu korupsi (waktu, uang), memanipulasi timbangan, praktik mark up, dsb akan membaut rezeki kita tidak berkah. Mungkin uang kita dapat, namun berkah dari uang tersebut telah hilang. Apa ciri rezeki yang tidak berkah? Mudah menguap untuk hal sia-sia, tidak membawa ketenangan, sulit dipakai untuk taat kepada Allah SWT serta membawa penyakit. Bila kita terlanjur melakukannya, segera bertobat dan kembalikan harta tersebut kepada yang berhak menerimanya.
    Keempat, pekerjaan yang melalaikan kita dari mengingat Allah SWT . Bertanyalah, apakah aktivitas kita selama ini membuat hubungan kita dengan Allah SWT makin menjauh? Terlalu sibuk bekerja sehingga lupa shalat (atau minimal jadi telat), lupa membaca Alquran, lupa mendidik keluarga, adalah sinyal-sinyal pekerjaan kita tidak berkah. Jika sudah demikian, jangan heran bila rezeki kita akan tersumbat. Idealnya, semua pekerjaan harus membuat kita semakin dekat dengan Allah SWT . sibuk boleh, namun jangan sampai hak-hak Allah SWT kita abaikan. Saudaraku, bencana sesungguhnya bukanlah bencana alam yang menimpa orang lain. Bencana sesungguhnya adalah saat kita semakin jauh dari Allah SWT .
    Kelima, enggan bersedekah. Siapapun yang pelit, niscaya hidupnya akan sempit, rezekinya mampet. Sebaliknya, sedekah adalah penolak bala, penyubur kebaikan serta pelipat ganda rezeki. Sedekah bagaikan sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah SWT yang Maha kaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat (QS Al Baqarah [2]: 261). Tidakkah kita tertarik dengan janji Allah SWT ini? Maka pastikan, tiada hari tanpa sedekah, tiada hari tanpa kebaikan. Insya Allah SWT , Allah SWT akan membukakan pintu-pintu rezeki-Nya untuk kita. Amin.
    Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
     
  • erva kurniawan 6:04 am pada 30 Mei 2013 Permalink | Balas  

    amalan baikIstiqamah
    Oleh : KH Abdullah Gymnastiar
    Mejaga sikap istiqamah dalam ketaatan kepada-Nya memang bukan hal yang mudah. bahkan merupakan hal yang amat sukar dan berat. Ibarat mendaki bukit yang terjal penuh bebatuan yang ujungnya tajam dan tak ada pilihan bagi kaki untuk diinjakan. Sekalipun dipaksa, akibatnya sudah jelas bebatuan itu dengan ganasnya melukai telapak kaki. Dan selanjutnya akan lebih menyengsarakan.
    Oleh karena itu, siapapun yang mampu istiqamah dan konsisten dalam melakukaan apapun dari kiprah hidup kesehariannya, hampir dapat dipastikan aakan membuat orang-orang disekitarnya merasa suka dan bahkan segan kepadanya. Seseorang yang Istiqamah dalam memenuhi janji yang pernah diucapkannya, niscaya akan membuat orang menaruh kepercayaan yang tinggi terhadapnya. Seseorang yang Istiqamah mempertahankan prinsip hidupnya yang positif niscaya pula akan tampak ketinggian wibawanya.
    Mengapa Allah SWT menyukai hamba-hambanya yang melakukan suatu amalan secara istiqamah kendati amalan itu amat ringan? Jawabnya karena sikap istiqamah itu mahal, tidak banyak orang yang mampu memilikinya. Belum lagi faktor keimanan yang kadang menguat dan kadang melemah. Karenanya Rasulullah pernah bersabda “Jaddiduu limaanakum” (perbaharuilaah iman kamu sekalian). Itu tiada lain karena manusia sering terlalu mudah tergelincir kesikap tidak kosisten dalam mengerjakan suatu amalan.
    Maka barangsiapa yang hendak dekat dengan Allah, lakukanlah amalan secara istiqamah. Niscaya Allah Yang Maha Tahu akan melihat kesungguhan kita taat kepada-Nya. maukah kita istiqamah taat?
    ***
    Dari Sahabat
     
  • erva kurniawan 7:46 am pada 29 Mei 2013 Permalink | Balas  

    cahaya-kebenaranSesuatu Yang Pada Awalnya Berasal Dari Kehendaknya Secara Penuh.
    Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, dia sama sekali tidak punya pilihan dan tidak bisa mengelakkannya lagi. Contohnya, kerinduan.
    Pada awalnya dia memang punya kebebasan penuh, akan tetapi ujungnya dia tidak punya apa-apa. Sama halnya dengan orang yang sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa membebaskan dirinya dari kuman penyakit, akan tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika penyakit itu sudah menyerang. Dapat juga diibaratkan dengan orang yang minum khamr yang tidak mungkin bisa mencegah efek mabuk dari khamr itu.
    Dalam kasus-kasus seperti ini, maka kesabaran itu diwajibkan sejak awal. Akan tetapi kalau saja kesabaran sejak awal ini sudah luput, maka kewajiban untuk sabar ini berlaku dari mulai pertengahan sampai akhir. Dan hendaknya dia tidak menuruti kemauan hawa nafsunya.
    Tetapi setan mempunyai jurus tipu daya yang sungguh ampuh untuk menjerumuskan mansuia. Diantaranya adalah dia menayangkan beragam gambaran di benak manusia terhadap segala yang diharamkan. Misalnya dia membungkusnya sebagai obat yang menyembuhkan. Tujuannya, biar manusia bisa berobat dengan menggunakan barang-barang najis ataupun khamr. Ini diperbolehkan sebagian besar ulama. Bagi saya, keputusan ini merupakan kebodohan yang nyata. Karena sesungguhnya berobat dengan barang najis tidak akan menghilangkan penyakit, bahkan menambah parah.
    Berapa banyak orang yang berobat dengan barang najis dan khamr, tetapi akhirnya agama dan dunianya harus berantakan. Obat yang paling mujarab untuk mengatasi penyakit seperti ini adalah kesabaran dan ketakwaan. Sebagaimana Allah berfirman :
    “Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan,” (QS. Ali Imran: 186)
    “Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik,” (QS. Yusuf: 90).
    Kesabaran dan ketakwaan merupakan obat diatas segala obat bagi penyakit agama. Setiap orang pasti membutuhkannya.
    Kalau ditanyakan: dengan jenis kesabaran ini, apakah seseorang mendapatkan pahala jika berbuat maksiat dan sembrono dengan membuka pintu bagi munculnya sarana maksiat? Dan apakah ia disiksa atas berbagai kemaksiatan yang timbul dari sarana itu, walaupun sebenarnya dia sendiri tidak berdaya untuk mencegahnya?
    Jawabnya: benar. Kalau dia bersabar karena Allah, dan menyesal karena telah terpengaruh oleh sarana kemaksiatan itu, maka dia mendapatkan pahala karena kesabaran itu. Karena itu merupakan sebuah jihad dalam dirinya. Itu merupakan amal saleh. Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala bagi orang-orang yang berbuat baik dan saleh.
    Hukuman hanya berlaku bagi segala kemaksiatan yang terlahir dari sebab diatas. Orang ini layak mendapatkan hukuman karena sarana maksiat dan maksiat yang dilahirkannya. Umpamanya, orang mabuk layak mendapatkan hukuman dera ketika suah tenggelam dalam kemabukannya.
    Akan tetapi kalau sebab mabuk itu juga terlarang, maka orang mabuk sudah tidak bisa diampuni lagi. Allah akan menghukumnya karena terperosok dalam sebab-sebab yang haram itu dan berbagai kemaksiatan yang muncul darinya. Sebaliknya, pahala juga akan didapat dari berbagai sarana/sebab yang bisa mengantarkan pada pelaksanaan perintah Allah.
    Karena itu, siapapun yang menyerukan kepada bid’ah yang sesat dan menyesatkan, maka dia akan memikul dosa sebanyak orang yang mengikuti seruannya ini. Mereka mengikutinya disebabkan seruannya ini. Demikian juga, anak Nabi Adam yang pembunuh akan memikul semua dosa pembunuh. Karena dialah cikl bakal dari pembunuhan didunia ini
    Ini disebutkan dalam firman Allah SWT: “(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). (QS. An-Nahl: 25)
    Allah juga berfirman: “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban dosa yang lain) disamping beban-beban mereka sendiri,” (QS. Al-`Ankabut: 13)
    Kalau dtanyakan: bagaimana caranya kita bertaubat dari perbuatan seperti ini, padahal bukan kita yang melakukannya? Sedangkan, biasanya manusia hanya bertaubat karena perbuatan yang dilakukannya dengan kehendak penuh.
    Jawabannya: taubatnya bisa diterima kalau dia menyesal, tidak melanjutkan seruannya serta menahan dirinya sebisa mungkin. Kalau perbuatan itu ada hubungannya dengan orang lain, maka taubatnya disini adalah dengan cara mencabut semua seruannya itu dari orang lain sebisa mungkin.
    Karena itu diantara cara taubat penyeru bid’ah adalah dengan memberikan penjelasan ulang bahwa semua seruannya itu adalah bid’ah yang menyesatkan. Bahwa petunjuk Tuhan dan kebenaran itu adalah sebaliknya.
    Sebagaimana Allah juga menjelaskan taubatnya ahli kitab yang dosanya adalah menyembunyikan berbagai petunjuk dan bukti yang diturunkan Allah supaya bisa menyesatkan umat manusia dengan cara itu. Caranya adalah mereka harus memperbaiki diri dan menjelaskan kepada semua orang apa yang selama ini mereka sembunyikan itu. Allah SWT berfirman:
    “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela’nati, Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Baqarah: 159-160)
    Ini juga disyaratkan dalam taubatnya orang-orang munafik. Dosa mereka adalah merusak hati orang-orang mukmin yang lemah dan bersekutu dengan kaum Yahudi dan musyrikin sebagai musuh Rasulullah SAW, Mereka menampakkan keislaman karena riya’.
    Cara bertaubat, mereka harus memperbaiki diri, berpegang teguh pada tali Allah sebagai ganti tali orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan musyrikin. Mereka harus mengerjakan ajaran agama dengan tulus kepada Allah sebagai ganti dari riya’. Dari sini sudah dapat dipahami syarat taubat dan hakikatnya. Hanya Allahlah tempat untuk meminta.
    ***
    die *Kemuliaan Sabar dan Keagungan Syukur* Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyah
    Sumber dari: http://www.jkmhal.com/main.php?sec=content&cat=2&id=5460
     
  • erva kurniawan 2:10 am pada 26 Mei 2013 Permalink | Balas  

    QawiyyuAllah Maha Kuat
    Satu dari 99 Nama Allah yang baik (Asma’ul Husna) adalah Al Qawiyyu (Maha Kuat)
    Banyak orang, terutama kaum pria, ingin menjadi kuat. Tak jarang mereka habiskan berjam-jam waktunya (hingga 8 jam lebih) untuk latihan fisik di gym/fitness center agar bisa menjadi kuat. Bahkan ada yang minum doping/anabolic steroid agar jadi sangat kuat. Mereka bangga jika disebut orang kuat.
    Namun sekuat-kuatnya manusia, tidak ada yang melebihi kekuatan Allah yang Maha Kuat.
    Saat lahir, manusia merupakan bayi lemah yang tidak berdaya. Jangankan mengangkat barbel. Duduk pun dia tak sanggup. Saat tidur pun manusia lemah dan tidak berdaya. Begitu pula saat mati dan jadi tulang-belulang berserakan, manusia itu tak mampu berbuat apa-apa. Manusia itu amat lemah. Hanya Allah yang Maha Kuat!
    Allah mampu menciptakan jagat raya yang lebarnya 30 milyar tahun cahaya (ini baru perkiraan saat ini).
    Sebagai contoh, bumi yang kelilingnya 40 ribu km ini cuma 0,13 detik cahaya kelilingnya. Lebar jagat raya 7 juta trilyun kali lebih panjang daripada keliling bumi. Jadi bisa kita bayangkan luasnya jagat raya. Itu baru langit ke 1. Belum langit ke 2, ke 3, hingga langit ke 7. Dan surga jauh lebih luas daripada dunia.
    Jadi bisa kita bayangkan kekuasaan/kekuatan Allah yang mampu menciptakan semuanya dalam sekejap hanya dengan berkata: “Kun!” (Jadilah!). Allah mampu mengangkat/memelihara jagat raya yang amat luas dan teramat berat ini dengan mudahnya hingga tidak jatuh berserakan.
    Bahkan petinju terbesar di dunia, Muhammad Ali, yang dulu sesumbar sebagai “The Greatest” setelah masuk Islam sadar dia bukan yang terbesar. Tetapi yang benar-benar terbesar adalah: Allah! Allahu Akbar! Allah Maha Besar!
    ***
    Oleh: A Nizami
     
  • erva kurniawan 2:20 am pada 24 Mei 2013 Permalink | Balas  

    menabungSebab-Sebab Turunnya Rizki
    Akhir-akhir ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan atau rizki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah. Begitu pula berbagai problem kehidupan, mengatur pengeluaran dan kebutuhan serta bermacam-macam tuntutannya. Sehingga masalah penghasilan ini menjadi sesuatu yang menyibukkan, bahkan membuat bingung dan stress sebagian orang. Maka tak jarang di antara mereka ada yang mengambil jalan pintas dengan menempuh segala cara yang penting keinginan tercapai. Akibatnya bermunculanlah koruptor, pencuri, pencopet, perampok, pelaku suap dan sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan silaturrahim dan meninggal kan ibadah kepada Allah untuk mendapatkan uang atau alasan kebutuhan hidup.
    Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka.
    Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut:
    Takwa Kepada Allah
    Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, artinya, “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3)
    Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga. Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, “Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya.”
    Allah swt juga berfirman, artinya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96)
    Istighfar dan Taubat
    Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam , “Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. 71:10-12)
    Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.”
    Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah.” Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh, (seperti tersebut diatas, red).
    Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.
    Tawakkal Kepada Allah
    Allah swt berfirman, artinya, “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)
    Nabi saw telah bersabda, artinya, “Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)
    Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata.
    Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.
    Silaturrahim
    Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut: -Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya, ” Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari) -Sabda Nabi saw, artinya, “Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, ” Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani) Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram.
    Infaq fi Sabilillah
    Allah swt berfirman, artinya, “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39)
    Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.”
    Juga firman Allah yang lain,artinya, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268)
    Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, “Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu.” (HR Muslim)
    Menyambung Haji dengan Umrah
    Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas’ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya, “Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani)
    Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.
    Berbuat Baik kepada Orang Lemah
    Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya, “Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari)
    Dhu’afa’ (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya.
    Serius di dalam Beribadah
    Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, artinya, “Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.” Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu’ hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.
    Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin.
    ***
    Sumber: Kutaib “Al Asbab al Jalibah lir Rizqi”, al-qism al-ilmi Darul Wathan.
    alsofwah.or.id
     
    • Tri Agung Pamungkas 10:37 am pada 24 Mei 2013 Permalink

       
      1
       
      0
       
      Rate This
      Menurut saya..mengenai pemaparan diatas saya kategorikan dengan Ikhtiar Langit..Suatu Ketika Saya pernah Kebingungan Mencari Uang..Karena Faktor Keterbatasan Ilmu dan Pengalaman..Saya Pasrahkan Kepada Sang Maha Kuasa..Saya Kerjaanya Hanya Ibadah dan Berdoa Memang Benar Kekuatannya Dahsyat..Kerjaan Yang Saya Imajinasikan Terwujud Di Bantu Allah LEWAT Perantaraan Orang Lain Saya Tidak Mengejar Malah Saya Yang Dikejar-kejar..Istilah kata Uang Bersujud Di Kaki Saya…Dan Suatu Ketika Saya Merasa Bosan Karena Seperti DI MANJA SAMA ALLAH..Dan Akhirnya Sekarang Saya Lebih Suka Mengkombinasikan Ilmu dan Amal…Untuk Menempuh Suatu Pilihan Pekerjaan Yang Sudah Saya Tetapkan Sebelumnya..mengenai jumlah Rezeki Yang Saya Dapatkan…MENURUT SAYA…Tergantung Dari Tingkat Ilmu Pengetahuan Yang Saya Dapat dan diterapkan dalam suatu pekerjaan DIKOMBINASIKAN Dengan Kekuatan LANGIT karena Ketika Saya butuh Ilmu saya butuh bantuan allah untuk mendapatkannya dan untuk membantu memaksimalkan Hasil yang saya kerjakan saya juga butuh bantuan ALLAH. saya mempunyai Keyakinan..ME And GOD ENOUGH..Bersatu dengan Sang Maha Kuasa..Ketika Sudah Bersatu Apapun Bisa Ditarik apa yang kita pikirkan sesuai dengan apa yang kita inginkan..Salam Hangat dari Saya – Tri Agung Pamungkas – http://www.triagung86.wordpress.com -
  • erva kurniawan 2:49 am pada 19 Mei 2013 Permalink | Balas  

    kaya hatiAh, yang Penting kan Hatinya!
    Written by Ummu Raihanah
    Banyak syubhat di lontarkan kepada kaum muslimah yang ingin berjilbab. Syubhat yang ‘ngetrend’ dan biasa kita dengar adalah ” Buat apa berjilbab kalau hati kita belum siap, belum bersih, masih suka ‘ngerumpi’ berbuat maksiat dan dosa-dosa lainnya, percuma dong pake jilbab! Yang penting kan hati! lalu tercenunglah saudari kita ini membenarkan pendapat kawannya tadi.
    Syubhat lainnya lagi adalah “Liat tuh kan ada hadits yang berbunyi: Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk (rupa) kalian tapi Allah melihat pada hati kalian..!. Jadi yang wajib adalah hati, menghijabi hati kalau hati kita baik maka baik pula keislaman kita walau kita tidak berkerudung!. Benarkah demikian ya ukhti,, ??
    Saudariku muslimah semoga Allah merahmatimu, siapapun yang berfikiran dan berpendapat demikian maka wajiblah baginya untuk bertaubat kepada Allah Ta’ala memohon ampun atas kejahilannya dalam memahami syariat yang mulia ini. Jika agama hanya berlandaskan pada akal dan perasaan maka rusaklah agama ini. Bila agama hanya didasarkan kepada orang-orang yang hatinya baik dan suci, maka tengoklah di sekitar kita ada orang-orang yang beragama Nasrani, Hindu atau Budha dan orang kafir lainnya liatlah dengan seksama ada diantara mereka yang sangat baik hatinya, lemah lembut, dermawan, bijaksana. Apakah anda setuju untuk mengatakan mereka adalah muslim? Tentu akal anda akan mengatakan “tentu tidak! karena mereka tidak mengucapkan syahadatain, mereka tidak memeluk islam, perbuatan mereka menunjukkan mereka bukan orang islam. Tentu anda akan sependapat dengan saya bahwa kita menghukumi seseorang berdasarkan perbuatan yang nampak (zahir) dalam diri orang itu.
    Lalu bagaimana pendapatmu ketika anda melihat seorang wanita di jalan berjalan tanpa jilbab, apakah anda bisa menebak wanita itu muslimah ataukah tidak? Sulit untuk menduga jawabannya karena secara lahir (dzahir) ia sama dengan wanita non muslimah lainnya. Ada kaidah ushul fiqih yang mengatakan “alhukmu ala dzawahir amma al bawathin fahukmuhu “ala llah’ artinya hukum itu dilandaskan atas sesuatu yang nampak adapun yang batin hukumnya adalah terserah Allah.
    Rasanya tidak ada yang bisa menyangsikan kesucian hati ummahatul mukminin (istri-istri Rasulullah shalallahu alaihi wassalam) begitu pula istri-istri sahabat nabi yang mulia (shahabiyaat). Mereka adalah wanita yang paling baik hatinya, paling bersih, paling suci dan mulia. Tapi mengapa ketika ayat hijab turun agar mereka berjilbab dengan sempurna (lihat QS: 24 ayat 31 dan QS: 33 ayat 59) tak ada satupun riwayat termaktub mereka menolak perintah Allah Ta’ala. Justru yang kita dapati mereka merobek tirai mereka lalu mereka jadikan kerudung sebagai bukti ketaatan mereka. Apa yang ingin anda katakan? Sedangkan mengenai hadits di atas, banyak diantara saudara kita yang tidak mengetahui bahwa hadits diatas ada sambungannya. Lengkapnya adalah sebagai berikut:
    “Dari Abu Hurairah, Abdurrahman bin Sakhr radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk tubuh-tubuh kalian dan tidak juga kepada bentuk rupa-rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian “(HR. Muslim 2564/33).
    Hadits di atas ada sambungannya yaitu pada nomor hadits 34 sebagai berikut:
    “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa kalian dan juga harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan perbuatan kalian. (HR.Muslim 2564/34).
    Semua adalah seiring dan sejalan, hati dan amal. Apabila hanya hati yang diutamakan niscaya akan hilanglah sebagian syariat yang mulia ini. Tentu kaum muslimin tidak perlu bersusah payah menunaikan shalat 5 waktu, berpuasa dibulan Ramadhan, membayar dzakat dan sedekah atau bersusah payah menghabiskan harta dan tenaga untuk menunaikan ibadah haji ketanah suci Mekah atau amal ibadah lainnya. Tentu para sahabat tidak akan berlomba-lomba dalam beramal (beribadah) cukup mengandalkan hati saja, toh mereka adalah sebaik-baik manusia diatas muka bumi ini. Akan tetapi justru sebaliknya mereka adalah orang yang sangat giat beramal tengoklah satu kisah indah diantara kisah-kisah indah lainnya.
    Urwah bin Zubair Radhiyallahu anhu misalnya, Ayahnya adalah Zubair bin Awwam, Ibunya adalah Asma binti Abu Bakar, Kakeknya Urwah adalah Abu Bakar Ash-Shidik, bibinya adalah Aisyah Radhiyallahu anha istri Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Urwah lahir dari nasab dan keturunan yang mulia, jangan ditanya tentang hatinya, ia adalah orang yang paling lembut hatinya toh masih bersusah payah giat beramal, bersedekah dan ketika shalat ia bagaikan sebatang pohon yang tegak tidak bergeming karena lamanya ia berdiri ketika shalat. Aduhai, betapa lalainya kita ini, banyak memanjangkan angan-angan dan harapan padahal hati kita tentu sangat jauh suci dan mulianya dibandingkan dengan generasi pendahulu kita. Wallahu’alam bish-shawwab.
    ***
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Penghalang Rizki dengan judul Penyumbat Saluran Rezeki. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://cintailmuseni.blogspot.com/2013/06/penyumbat-saluran-rezeki.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown - Rabu, 05 Juni 2013

Belum ada komentar untuk "Penyumbat Saluran Rezeki"