Bacaan Dzikir Setelah Sholat dan Jarak Batas Sutrah (Pembatas Sholat)


Ustadz Dzulqarnain bin M. Sunusi
Pertanyaan :
  1. Apakah ada tuntunan dari Rasul shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengenai tartib (susunan) dzikir setelah sholat fardhu ?
  2. Berapa jauh (jaraknya) orang bisa lewat di depan orang yang sedang sholat yang tidak menggunakan pembatas (sutrah) ?
Jazakumullohu khoiron atas perhatian dan jawabannya, Wassalam.
Ramlie Moh. Nasser (Kalimantan Timur)
Jawaban :
Dengan  meminta pertolongan dari Allah, pertanyaan anda dijawab sebagai berikut :
Jawaban Pertanyaan Pertama :
Para ulama sepakat akan disunnahkannya dzikir setelah sholat sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawy dalam kitab Al-Adzkar 1/200 tahqiq Salim Al-Hilaly. Akan tetapi tidak ada tuntunan secara pasti dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengenai urutan/ tartib dzikir tersebut. Maka boleh berijtihad dalam urutan dzikir tersebut.
Tapi bagi orang yang memperhatikan konteks hadits-hadits tentang dzikir di belakang sholat bisa menyimpulkan suatu kesimpulan yang baik tentang urutannya. Berikut ini kami sebutkan hadits-hadits tersebut :
Hadits Pertama : Hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata :
مَا كُنَّا نَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ إِلاَّ بِالتَّكْبِيْرِ
kami tidak mengetahui selesainya sholat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, kecuali dengan (mendengar) takbir”.(HSR. Bukhary-Muslim).
Hadits ini menunjukkan disyari’atkannya mengucapkan takbir dengan suara yang keras dan Ibnu ‘Abbas menjadikan ini sebagai tanda selesainya sholat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang berarti takbir itu diucapkan langsung setelah sholat.
Hadits Kedua : Hadits Tsauban radhiyallahu ‘anhu beliau berkata :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلاَتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلاَثًا وَقَالَ : اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ
“Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam apabila selesai dari sholatnya, beliau istighfar (meminta ampun) tiga kali dan beliau membaca : “Allahumma Antas salam wa minkas Salam tabarakta ya dzal Jalali wal Ikram” (Wahai Allah Engkau adalah As-Salam[1] dan dari-Mulah keselamatan. Maha berkah Engkau wahai Pemilik Al-Jalal (keagungan) dan Al-Ikram (kemuliaan). (HSR. Muslim)
Imam Al-Auza‘iy rahimahullah –salah seorang rawi hadits tersebut di atas- ditanya : “Bagaimana istighfar ?”, beliau menjawab : “Kamu memgucapkan Astaghfirullah, Astaghfirullah“.
Dan serupa dengannya hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Muslim :
كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ لَمْ يَقْعُدْ إِلاَّ مِقْدَارَ مَا يَقُوْلُ : اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَلاَمُ تَبَارَكْتُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ
“Adalah Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam apabila beliau salam, beliau tidak duduk kecuali sekedar membaca : “Allahumma Antas salam wa minkas Salam tabarakta ya dzal Jalali wal Ikram”.
Hadits Ketiga : Hadits Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا فَرَغَ مِنَ الصَّلاَةِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ إِلَهَ إِلاَ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كًلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam apabila beliau selesai dari sholat dan telah salam beliau membaca : La ilaha illallah wahdahu la syarikalah lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli sya’in qodir. Allahumma la mani’a lima a’thoita wala mu’thia lima mana’ta wala yanfa’u dzal jaddi minkal jadd (Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah, satu-satu-Nya tidak ada serikat bagi-Nya. Milik-Nyalah segala kekuasaan dan pujian dan Dia atas segala sesuatu Maha mampu. Ya Allah, tidak ada penahan bagi apa yang Engkau beri dan tidak ada pemberi bagi apa yang Engkau tahan dan tidaklah bermanfaat pemilik Al-Jadd (kekayaan/kemampuan) dari-Mulah Al-Jadd”. (HSR. Bukhary-Muslim).
Hadits Keempat : Hadits ‘Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhuma, beliau membaca di belakang setiap sholat ketika selesai salam :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ, لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحُسْنَى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. وَقَالَ : كَانََ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ
“La ilaha illallah wahdahu la syarikalah lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli sya’in qodir. La haula wa la quwwata illa billah. La Ilaha illallah wa la na’budu illa iyyahu, lahun ni’matu walahul fadhl walahuts tsana`ul husna. La ilaha illahu mukhlishina lahuddina walau karihal kafirun (Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, satu-satu-Nya tidak ada serikat bagi-Nya. Kepunyaan-Nyalah segala kekuasaan dan pujian dan Dia atas segala sesuatu Maha mampu. Tiada daya dan upaya kecuali dari Allah. Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan kami tidak menyembah kecuali hanya kepada-Nya. Milik-Nyalah segala nikmat, keutamaan dan pujian yang baik. Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya dan walaupun orang-orang kafir tidak senang). Berkata (‘Abdullah bin Zubair) : “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bertahlil dengannya di belakang setiap sholat”. (HSR. Muslim).
Hadits Kelima : Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata :
أَنَّ فُقَرَاءَ الْمُهَاجِرِيْنَ أَتَوْا رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوْا : ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلَي وَالنَّعِيْمِ الْمُقِيْمِ. فَقَالَ : وَمَا ذَاكَ ؟ قَالُوْا : يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّيْ وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ وَيَتَصَدَّقُوْنَ وَلاَ نَتَصَدَّقُ وَيَعْتِقُوْنَ وَلاَ نَعْتِقُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ : أَفَلاَ أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُوْنَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتُسْبِقُوْنَ بِهِ مَنَ بَعْدَكُمْ وَلاَ يَكُوْنُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ ؟ قَالُوْا : بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : تُسَبِّحُوْنَ وَتُكَبِّرُوْنَ وَتَحْمْدُوْنَ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ مَرَّةً …
“Sesungguhnya orang-orang fakir dari kaum muhajirin datang kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam lalu berkata : orang-orang yang mempunyai harta yang banyak telah pergi membawa derajat-derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal, maka (Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam) bertanya :”Apakah itu ?”, mereka menjawab “mereka sholat sebagaimana kami sholat dan mereka puasa sebagaimana kami puasa (tapi) mereka bershodaqah dan kami tidak bershodaqah dan mereka membebaskan budak dan kami tidak membebaskan budak. Maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :” Inginkah kalian saya ajari sesuatu yang dengannya kalian akan mencapai orang yang mendahului kalian dan kalian mendahului orang yang setelah kalian dan tidak ada seorangpun yang lebih utama dari kalian kecuali orang yang mengerjakan seperti apa yang kalian kerjakan?”, mereka menjawab :”tentu wahai Rasulullah”, beliau bersabda : “kalian bertasbih, bertakbir dan bertahmid dibelakang setiap sholat sebanyak tiga puluh tiga kali ….”(HSR. Bukhary-Muslim)
Hadits Keenam : Hadits Ka’ab bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, beliau bersabda :
مُعَقِّبَاتٌ لاَ يَخِيْبُ قَائِلُهُنَّ أَوْ فَاعِلُهُنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ ثَلاَثٌ وَثَلاَثُوْنَ تَسْبِيْحَةً وَثَلاَثٌ وَثَلاَثُوْنَ تَحْمِيْدَةً وَأَرْبَعٌ وَثَلاَثُوْنَ تَكْبِيْرَةً
Mu’aqibat (bacaan-bacaan dibelakang sholat) dimana orang yang mengucapkannya dibelakang setiap sholat wajib tidak akan merugi, (yaitu) tasbih tiga puluh tiga (kali), tahmid tiga puluh tiga (kali) dan takbir tiga puluh empat (kali) “. (HSR. Muslim)
Hadits ketujuh :Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam beliau bersabda :
مَنْ سَبَّحَ اللهَ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثٍا وَثَلاَثِيْنَ وَحَمِدَ اللهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ وَكَبَّرَ اللهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ فَتِلْكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُوْنَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
Siapa yang bertasbih dibelakang setiap sholat tiga puluh tiga (kali) dan bertahmid tiga puluh tiga (kali) dan bertakbir tiga puluh tiga (kali). Itu (semua) adalah sembilan puluh sembilan lalu ia berkata menggenapkan seratus (dengan mengucapkan) “La ilaha illallahu wahdahu la syarika lahu lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syain qadir “, maka akan diampuni dosa-dosanya walaupun seperti buih lautan”. (HSR. Muslim)
Hadits kedelapan : Hadits Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَعَوَّذُ مِنْهُنَّ دُبُرَ الصَّلاَةِ اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجَبْنِ وَأَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمْرِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam selalu berta’awwudz dibelakang sholat (dengan) : “Allahumma inni a’udzu bika minal jubn wa a’udzu bika an uradda ila ardzalil ‘umur wa a’udzu bika min fitnatid dunya wa a’udzu bika min ‘adzabil qabr” (Ya Allah saya berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan saya berlindung kepada-Mu untuk dikembalikan ke masa kanak-kanak (menjadi pikun) dan saya berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan saya berlindung kepada-Mu dari adzab kubur”. (HSR. Bukhary)
Hadits kesembilan : Hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam berkata kepadanya :
أُوْصِيْكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُوْلُ اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكِ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Saya wasiatkan kepadamu wahai Mu’adz, janganlah kamu meninggalkan dibelakang setiap sholat perkataan :”Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatika” (ya Allah bantulah saya dalam berdzikir, bersyukur dan memperbagus ibadah kepada-Mu”.(Diriwayatkan oleh Abdu bin Humaid no. 120, Al-Bukhary dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 690, Abu Daud no. 1522, An-Nasa`i 3/53 dan dalam Al-Kubra 1/387, 6/42, Ibnu Khuzaimah no 751, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no. 2020-2021, Al-Hakim 1/407, 3/307, Al-Baihaqy dalam Ash-Shughra 1/27 dan dalam Syu’abil Iman 4/99, Al-Bazzar no. 2661, Ath-Thobarany 20/no. 110, 218, 250 dan dalam Musnad Asy-Syamiyyin no. 1650 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 1/241 dan dishohihkan oleh Syeikhuna Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-shohih)
Hadits kesepuluh : Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :
أَمَرَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ الْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam memerintahkanku untuk membaca Al-Muawwidzat (yaitu surah Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nas-pent.) dibelakang setiap sholat. (HR. An-Nasa`i 3/68 dan dalam Al-Kubra 1/387, Ibnu Khuzaimah no. 755, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no. 2004, Al-Hakim 1/383, Al-Baihaqy dalam Syu’abil Iman 2/512-513 dan Ath-Thobarany 17/no. 811-812 dan dishohihkan oleh Syeikh Al-Albany dalam Ta’liq Misykatul Mashobih no. 959)
Hadits kesebelas : Hadits Abu ‘Umamah Al-Bahily, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيَّ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ لَمْ يَحُلْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ دُخُوْلِ الْجَنَّةِ إِلاَّ الْمَوْتُ
Siapa yang membaca ayat kursi (Al-Baqarah ayat 255-pent) dibelakang setiap sholat wajib, maka tidak ada yang memisahkannya dengan masuk surga kecuali mati”. (Dishohihkan oleh syaikh Al-Albany rahimahullah dalam Ash-Shohihah no. 972).
Lihat : Al-Adzkar 1/200-212 tahqiq Salim Al-Hilaly, Ash-shohih Al-Musnad min Adzkaril Yaum Wal-Lailah hal.78-86, Bahjatun Nazhirin 2/498-503, Al-Futuhat Ar-Rabbaniyyah 3/27-63, Majmu‘ Al-Fatawa 22/492-493, 508-510 dan Zadul Ma’ad 1/295-305,3/27-63.
Jawaban Pertanyaan Kedua :
Sutrah adalah pembatas yang diletakkan didepan orang yang sholat guna membatasi dirinya dengan orang yang berlalu. Dan sutrah hukumnya wajib dan insya Allah pembahasan tentang hukum-hukum seputar sutrah akan dimuat dalam volume-volume yang akan datang  dalam risalah ilmiyah tercinta ini.
Adapun berapa jauh jaraknya seseorang bisa lewat didepan orang yang sedang sholat kalau orang tersebut tidak memakai sutrah, dapat kita simak pada hadits-hadits dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam berikut ini :
إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّيْ فَلاَ يَدَعَنَّ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلْيَدْرَأْهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ
Apabila salah seorang dari kalian sholat maka jangan ia membiarkan seorangpun berlalu dihadapannya dan hendaklah ia menolaknya semampunya dan apabila ia tidak mau, maka hendaknya ia menahannya dengan keras, sesungguhnya dia itu tidak lain adalah syaithon”. (HSR. Bukhary-Muslim dari Abu Sa’id Al-khudry dan semakna dengannya dari Ibnu ‘Umar riwayat Muslim).
لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّيْ مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ. قَالَ أَبُوْ النَّضْرِ -أَحَدُ الرُّوَاةِ- : لاَ أَدْرِيْ أَقَالَ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا أَوْ شَهْرًا أَوْ سَنَةً.
Andaikata orang yang berlalu didepan orang sholat mengetahui apa yang ditimpakan atasnya (dari dosa-pent.) maka jika ia berhenti empat puluh, lebih baik baginya dari berlalu didepannya”. Berkata Abun Nadhor –salah seorang rawi- saya tidak tahu apakah ia berkata 40 hari, 40 bulan atau 40 tahun.(HSR. Bukhary-Muslim dari Abu Juhaim radhiyallahu ‘anhu) dan banyak lagi hadits yang semakna dengannya.
Dan kalimat بَيْنَ يَدَيْ  (dihadapannya) dalam hadits, diterangkan oleh Al-Hafizh Ibnu hajar dalam Fathul Bary 1/585 : “yaitu didepannya dari jarak dekat”.
Maka dari sini diketahui bahwa apabila ada orang yang sholat tidak menghadap ke sutrah (pembatas), maka ia hanya terlarang berlalu dihadapannya dalam jarak jangkauan kedua tangan dimana sebagian ulama mengatakan jarak sejauh tiga hasta (satu hasta adalah antara ujung jari tengah sampai siku).
Berkata syaikh Ibnu Bazz dalam ta’liq beliau terhadap Fathul Bary  1/582 : “Kapan orang yang berlalu jauh dari hadapan orang yang sholat yang tidak meletakkan sutrah didepannya, maka ia telah selamat dari dosa, karena apabila ia telah jauh darinya menurut kebiasaan anggapan orang, maka tidaklah ia dinamakan orang yang berlalu dihadapannya dan ini sama halnya dengan orang berlalu dari belakang sutrah“.


[1]  Berkata Ibnu ‘Allan dalam Al-Futuhut Ar-Rabbaniyah 3/33 : “yaitu Yang Maha Selamat dari perubahan dan afat (penyakit/kerusakan) atau (Yang Maha) Pemberi keselamatan bagi siapa yang Engkau kehendaki”.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori permasalahan zikir setelah shalat dengan judul Bacaan Dzikir Setelah Sholat dan Jarak Batas Sutrah (Pembatas Sholat). Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://cintailmuseni.blogspot.com/2013/06/bacaan-dzikir-setelah-sholat-dan-jarak.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown - Rabu, 05 Juni 2013

Belum ada komentar untuk "Bacaan Dzikir Setelah Sholat dan Jarak Batas Sutrah (Pembatas Sholat)"